05 April 2009
Menyikapi Anak Kritis
Diposting oleh dosen mustika di 22.23.00
Anda tentu pernah menyaksikan iklan susu di layar kaca yang terasa sangat menggelitik. Digambarkan seorang bocah perempuan yang sedang menemani ayahnya nonton pertandingan sepak bola antara kesebelasan Jerman dan Brasil di televisi. Tak habis-habisnya si anak mengajukan pertanyaan tajam. Begitu melihat wasit mengenakan kostum yang berbeda dari para pemain, ia menanggapi, "Wasit itu temennya Jerman atau Brasil?" Lalu, saat ayahnya sibuk menjawab, ia terus mengejar dengan pertanyaan lain, "Jadi, Jerman sama Brasil itu jauh mana?" Anda pasti akan geleng-geleng kepala menyaksikan ulah si anak kritis. Padahal, tukas Vera Itabiliana, Psi., geleng-geleng kepala saja tidak cuku, lo. "Orang tua harus bijak menghadapi anak seperti ini, sebab kalau sampai salah penanganan, kasihan anaknya," ujar psikolog dari Yayasan Pembina Pendidikan Adik Irma, Jakarta. TIDAK TERGANTUNG TINGKAT KECERDASAN Sebelum bicara lebih jauh, ada baiknya dipahami dulu mengapa ada anak yang cenderung bersikap kritis dan ada juga yang tidak. "Sikap kritis ini biasanya dominan saat anak berusia tiga tahun lebih. Di usia ini rasa ingin tahu anak sedang meluap-luap," ujar Vera. Kritis atau tidaknya seorang anak, sama sekali tidak tergantung pada tingkat kecerdasan. Bisa saja anak dengan taraf kecerdasan rata-rata lebih kritis dibanding anak dengan taraf kecerdasan jauh di atas rata-rata. "Yang paling menentukan adalah lingkungan di mana si anak dibesarkan. Dalam hal ini lingkungan keluarganya. Anak yang kritis biasanya adalah anak yang mendapat keleluasaan untuk mengemukakan pendapat. Si anak bebas mengeluarkan pendapatnya tanpa takut 'dibantai' atau dimarahi," lanjut Vera. Selain itu, banyaknya rangsangan dari luar juga dapat membantu anak mempertajam kemampuan berpikirnya. Rangsangan dari luar ini dapat berupa informasi mengenai berbagai hal di lingkungannya. Informasi ini dapat diberikan oleh orang tua secara aktif melalui berbagai media, seperti buku, televisi, rekreasi ke tempat baru, dan sebagainya. Orang tua bisa membacakan cerita, menerangkan tentang tempat yang dikunjungi atau apa saja yang ditemui di lingkungan sekitar. Dengan begitu, diharapkan anak dapat terpancing untuk bertanya, karena bertanya merupakan salah satu dari wujud berpikir kritis, demikian Vera menggarisbawahi. BAGAIMANA MENYIKAPINYA? Jadi, kunci sikap kritis anak ada pada orang tua. Vera menyingkatnya dalam enam langkah agar daya kritis anak makin terasah.
CUKUP JAWABAN SEDERHANA Adakalanya pertanyaan anak kritis membuat orang tua gelagapan tak tahu harus menjawab apa yang ditanyakan si anak. "Ayah, CD (compact disc) itu terbuat dari apa, sih? Kok, dari benda setipis ini bisa keluar gambar di teve?" Tak banyak orang tua yang memahami hal-hal yang berbau teknologi canggih seperti itu. Menghadapi pertanyaan rumit seperti ini sebaiknya orang tua tetap mencoba menjawab. "Serumit apa pun pertanyaan anak, belum tentu membutuhkan jawaban yang tak kalah rumit," tandas Vera. Pemikiran anak yang masih sederhana bisa terpenuhi dengan penjelasan yang menggunakan bahasa sederhana. Sederhana di sini tentu saja bukan jawaban yang asal-asalan. Untuk memudahkan, berilah ia perumpamaan dengan hal-hal yang dekat dengan kesehariannya. Kalaupun pertanyaannya terlalu sulit dan orang tua tidak bisa menjawab, "Sebaiknya berterus terang saja," saran Vera. Namun jangan puas untuk berhenti sampai di situ saja. Orang tua haruslah menawarkan alternatif solusi bagaimana jawaban atas pertanyaan itu bisa diperoleh. Contohnya, "Wah, terus terang Papa belum tahu jawabannya. Bagaimana kalau kita cari sama-sama jawabannya di kamus atau ensiklopedi?" Atau, "Sayang sekali, ya, Mama enggak tahu jawabannya. Tapi nanti di kantor Mama coba tanya-tanya ke teman Mama atau Mama cari di internet, deh. Mudah-mudahan besok Mama sudah dapat jawabannya." Dengan demikian anak akan belajar memahami bahwa ketidaktahuan merupakan hal yang wajar. Selain itu, ia juga bisa mengerti bahwa seseorang yang tidak tahu dapat menjadi tahu dengan cara bertanya pada orang yang lebih tahu atau mencari jawabannya di buku pintar. Dengan demikian, kendati pertanyaannya tidak langsung terjawab, rasa ingin tahunya tetap berkembang. Menurut Vera, yang harus diusahakan adalah jangan sampai pertanyaan anak tidak terjawab. Pertanyaan yang tidak terjawab akan meninggalkan kebutuhan yang harus dipenuhi. Kalau sudah begini ia akan terus mencari pemenuhan atas kebutuhan tersebut. "Nah, daripada ia menemukan pemenuhan tersebut dari sumber-sumber yang tidak jelas dan belum tentu benar, sebaiknya anak memperoleh apa yang ia butuhkan dari orang tuanya." BILA SIKAP KRITIS DITANGGAPI POSITIF Bila orang tua selalu mengakomodasi keingintahuan anak, menurut Vera ada beberapa dampak positif yang bakal didapatnya:
BILA DITANGGAPI NEGATIF Tanggapan yang tidak bijaksana terhadap sikap kritis anak hanya akan melahirkan beberapa dampak merugikan. Berikut uraian Vera:
AGAR ANAK KRITIS Seperti telah dikatakan Vera, sikap kritis seseorang tidak berbanding lurus dengan tingkat kecerdasannya. Beberapa hal berikut bisa dilakukan orang tua untuk merangsang sikap kritis anak.
Sumber : Tabloid nakita |
05 April 2009
Menyikapi Anak Kritis
Anda tentu pernah menyaksikan iklan susu di layar kaca yang terasa sangat menggelitik. Digambarkan seorang bocah perempuan yang sedang menemani ayahnya nonton pertandingan sepak bola antara kesebelasan Jerman dan Brasil di televisi. Tak habis-habisnya si anak mengajukan pertanyaan tajam. Begitu melihat wasit mengenakan kostum yang berbeda dari para pemain, ia menanggapi, "Wasit itu temennya Jerman atau Brasil?" Lalu, saat ayahnya sibuk menjawab, ia terus mengejar dengan pertanyaan lain, "Jadi, Jerman sama Brasil itu jauh mana?" Anda pasti akan geleng-geleng kepala menyaksikan ulah si anak kritis. Padahal, tukas Vera Itabiliana, Psi., geleng-geleng kepala saja tidak cuku, lo. "Orang tua harus bijak menghadapi anak seperti ini, sebab kalau sampai salah penanganan, kasihan anaknya," ujar psikolog dari Yayasan Pembina Pendidikan Adik Irma, Jakarta. TIDAK TERGANTUNG TINGKAT KECERDASAN Sebelum bicara lebih jauh, ada baiknya dipahami dulu mengapa ada anak yang cenderung bersikap kritis dan ada juga yang tidak. "Sikap kritis ini biasanya dominan saat anak berusia tiga tahun lebih. Di usia ini rasa ingin tahu anak sedang meluap-luap," ujar Vera. Kritis atau tidaknya seorang anak, sama sekali tidak tergantung pada tingkat kecerdasan. Bisa saja anak dengan taraf kecerdasan rata-rata lebih kritis dibanding anak dengan taraf kecerdasan jauh di atas rata-rata. "Yang paling menentukan adalah lingkungan di mana si anak dibesarkan. Dalam hal ini lingkungan keluarganya. Anak yang kritis biasanya adalah anak yang mendapat keleluasaan untuk mengemukakan pendapat. Si anak bebas mengeluarkan pendapatnya tanpa takut 'dibantai' atau dimarahi," lanjut Vera. Selain itu, banyaknya rangsangan dari luar juga dapat membantu anak mempertajam kemampuan berpikirnya. Rangsangan dari luar ini dapat berupa informasi mengenai berbagai hal di lingkungannya. Informasi ini dapat diberikan oleh orang tua secara aktif melalui berbagai media, seperti buku, televisi, rekreasi ke tempat baru, dan sebagainya. Orang tua bisa membacakan cerita, menerangkan tentang tempat yang dikunjungi atau apa saja yang ditemui di lingkungan sekitar. Dengan begitu, diharapkan anak dapat terpancing untuk bertanya, karena bertanya merupakan salah satu dari wujud berpikir kritis, demikian Vera menggarisbawahi. BAGAIMANA MENYIKAPINYA? Jadi, kunci sikap kritis anak ada pada orang tua. Vera menyingkatnya dalam enam langkah agar daya kritis anak makin terasah.
CUKUP JAWABAN SEDERHANA Adakalanya pertanyaan anak kritis membuat orang tua gelagapan tak tahu harus menjawab apa yang ditanyakan si anak. "Ayah, CD (compact disc) itu terbuat dari apa, sih? Kok, dari benda setipis ini bisa keluar gambar di teve?" Tak banyak orang tua yang memahami hal-hal yang berbau teknologi canggih seperti itu. Menghadapi pertanyaan rumit seperti ini sebaiknya orang tua tetap mencoba menjawab. "Serumit apa pun pertanyaan anak, belum tentu membutuhkan jawaban yang tak kalah rumit," tandas Vera. Pemikiran anak yang masih sederhana bisa terpenuhi dengan penjelasan yang menggunakan bahasa sederhana. Sederhana di sini tentu saja bukan jawaban yang asal-asalan. Untuk memudahkan, berilah ia perumpamaan dengan hal-hal yang dekat dengan kesehariannya. Kalaupun pertanyaannya terlalu sulit dan orang tua tidak bisa menjawab, "Sebaiknya berterus terang saja," saran Vera. Namun jangan puas untuk berhenti sampai di situ saja. Orang tua haruslah menawarkan alternatif solusi bagaimana jawaban atas pertanyaan itu bisa diperoleh. Contohnya, "Wah, terus terang Papa belum tahu jawabannya. Bagaimana kalau kita cari sama-sama jawabannya di kamus atau ensiklopedi?" Atau, "Sayang sekali, ya, Mama enggak tahu jawabannya. Tapi nanti di kantor Mama coba tanya-tanya ke teman Mama atau Mama cari di internet, deh. Mudah-mudahan besok Mama sudah dapat jawabannya." Dengan demikian anak akan belajar memahami bahwa ketidaktahuan merupakan hal yang wajar. Selain itu, ia juga bisa mengerti bahwa seseorang yang tidak tahu dapat menjadi tahu dengan cara bertanya pada orang yang lebih tahu atau mencari jawabannya di buku pintar. Dengan demikian, kendati pertanyaannya tidak langsung terjawab, rasa ingin tahunya tetap berkembang. Menurut Vera, yang harus diusahakan adalah jangan sampai pertanyaan anak tidak terjawab. Pertanyaan yang tidak terjawab akan meninggalkan kebutuhan yang harus dipenuhi. Kalau sudah begini ia akan terus mencari pemenuhan atas kebutuhan tersebut. "Nah, daripada ia menemukan pemenuhan tersebut dari sumber-sumber yang tidak jelas dan belum tentu benar, sebaiknya anak memperoleh apa yang ia butuhkan dari orang tuanya." BILA SIKAP KRITIS DITANGGAPI POSITIF Bila orang tua selalu mengakomodasi keingintahuan anak, menurut Vera ada beberapa dampak positif yang bakal didapatnya:
BILA DITANGGAPI NEGATIF Tanggapan yang tidak bijaksana terhadap sikap kritis anak hanya akan melahirkan beberapa dampak merugikan. Berikut uraian Vera:
AGAR ANAK KRITIS Seperti telah dikatakan Vera, sikap kritis seseorang tidak berbanding lurus dengan tingkat kecerdasannya. Beberapa hal berikut bisa dilakukan orang tua untuk merangsang sikap kritis anak.
Sumber : Tabloid nakita |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar