10 April 2010

memaknai piliham hidup


Terkadang, kita ingin menjadi elang, dengan kekokohan sayapnya mampu membumbung tinggi menjelajah angkasa. Terbang menembus cakrawala di kejernihan biru langit. Jauh, meninggalkan bumi fana yang berselimut debu. Wujud sebuah kekuatan.

Namun jika kita tidak bisa, menjadi seperti burung pipit yang kecil tidaklah masalah. Yang dengan kegesitan gerakannya, mampu meramaikan kesejukan pagi dengan kicauan beningnya, menghiasi langit sore dengan kawanannya yang berkumpul, meloncat kecil dari dahan satu ke dahan lain. Meminum air bersama dalam satu wadah. Alokasi sebuah hubungan sosial yang tercipta dari ketulusan hati.

Atau merekah merah laksana mawar, cantik dan menarik perhatian banyak makhluk. Mengundangnya untuk menikmati keharuman khasnya yang mewangi. Menghiasi hari dengan mahkotanya yang lembut. Menjaga diri dengan duri tajamnya sebagai benteng. Ibarat ratu yang belum tersentuh kesuraman jiwa. Pantulan sebuah kecantikan.

Namun, menjadi melati tidaklah kalah menawan. Mungil, putih bercahaya dalam kesucian. Sederhana, namun selalu setia mengukir sejarah dengan harapan. Kokoh terlindungi dalam rimbunan sesamanya, memancarkan keindahan yang fitri. Bayangan potret kesederhanaan yang menawan.

Atau, inginkah kita menjelma seperti gunung? Tinggi menjulang, puncaknya menembus awan. Berdiri tegar, seperti penguasa bermahkota seribu emas di singgasananya. Menjadi benteng kokoh bagi yang berlindung di belakang punggungnya? Kekuasaan yang bertahta.

Tidak masalah. Namun menjadi laut juga pilihan menarik.Dengan keramahannya gerakannya mengizinkan kapal berlayar di atasnya. Bercengkrama bersama angin, menciptakan ombak yang mengirim sejuta keindahan yang menentramkan hati. Menyatu dengan langit di pandangan terjauh menjadi satu garis lurus tak berujung. Kesempurnaan idealisme.

Saudaraku, manakah dari posisi itu yang kita pilih? Terserah. Namun, apapun bentuk dari pilihan itu, jadikanlah yang terbaik! Berkontribusi maksimal untuk keseimbangan alami semesta raya ini.

Demikian, ketika kita menjadi manusia, maka tunduklah. Jadikan tafakkur menjadi bagian hari-harimu. Sebab, Langit, bumi, bintang, matahari, pepohonan, semua binatang dan tumbuhan sujud bertasbih memuji keagungan kuasa-Nya. Maka, kita sebagai manusia lebih –harus- melakukan semua itu. Pembuktian sebagai khalifah Allah di muka bumi, harus tegak dengan kepatuhan ikhlas akan semua iman, ilmu dan aktivitas yang berwujud amal sesuai tuntunan syariah aturan-Nya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Previous Post Next Post Back to Top

10 April 2010

memaknai piliham hidup


Terkadang, kita ingin menjadi elang, dengan kekokohan sayapnya mampu membumbung tinggi menjelajah angkasa. Terbang menembus cakrawala di kejernihan biru langit. Jauh, meninggalkan bumi fana yang berselimut debu. Wujud sebuah kekuatan.

Namun jika kita tidak bisa, menjadi seperti burung pipit yang kecil tidaklah masalah. Yang dengan kegesitan gerakannya, mampu meramaikan kesejukan pagi dengan kicauan beningnya, menghiasi langit sore dengan kawanannya yang berkumpul, meloncat kecil dari dahan satu ke dahan lain. Meminum air bersama dalam satu wadah. Alokasi sebuah hubungan sosial yang tercipta dari ketulusan hati.

Atau merekah merah laksana mawar, cantik dan menarik perhatian banyak makhluk. Mengundangnya untuk menikmati keharuman khasnya yang mewangi. Menghiasi hari dengan mahkotanya yang lembut. Menjaga diri dengan duri tajamnya sebagai benteng. Ibarat ratu yang belum tersentuh kesuraman jiwa. Pantulan sebuah kecantikan.

Namun, menjadi melati tidaklah kalah menawan. Mungil, putih bercahaya dalam kesucian. Sederhana, namun selalu setia mengukir sejarah dengan harapan. Kokoh terlindungi dalam rimbunan sesamanya, memancarkan keindahan yang fitri. Bayangan potret kesederhanaan yang menawan.

Atau, inginkah kita menjelma seperti gunung? Tinggi menjulang, puncaknya menembus awan. Berdiri tegar, seperti penguasa bermahkota seribu emas di singgasananya. Menjadi benteng kokoh bagi yang berlindung di belakang punggungnya? Kekuasaan yang bertahta.

Tidak masalah. Namun menjadi laut juga pilihan menarik.Dengan keramahannya gerakannya mengizinkan kapal berlayar di atasnya. Bercengkrama bersama angin, menciptakan ombak yang mengirim sejuta keindahan yang menentramkan hati. Menyatu dengan langit di pandangan terjauh menjadi satu garis lurus tak berujung. Kesempurnaan idealisme.

Saudaraku, manakah dari posisi itu yang kita pilih? Terserah. Namun, apapun bentuk dari pilihan itu, jadikanlah yang terbaik! Berkontribusi maksimal untuk keseimbangan alami semesta raya ini.

Demikian, ketika kita menjadi manusia, maka tunduklah. Jadikan tafakkur menjadi bagian hari-harimu. Sebab, Langit, bumi, bintang, matahari, pepohonan, semua binatang dan tumbuhan sujud bertasbih memuji keagungan kuasa-Nya. Maka, kita sebagai manusia lebih –harus- melakukan semua itu. Pembuktian sebagai khalifah Allah di muka bumi, harus tegak dengan kepatuhan ikhlas akan semua iman, ilmu dan aktivitas yang berwujud amal sesuai tuntunan syariah aturan-Nya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar